Minggu, 06 Mei 2012
Kontroversi RUU perguruan tinggi
Kontroversi RUU perguruan tinggi
Menurut rencana, hari ini, 10 April 2012, akan diadakan sidang paripurna RUU PT (Rancangan Undang Undang Pendidikan Tinggi). Tentu saja dalam setiap pembahasan undang undang selalu didapati beberapa hal yang patut dikaji.
Pada dasarnya pendidikan adalah salah satu tujuan dari negara kita sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat “..mencerdaskan kehidupan bangsa..” juga pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 tentang pendidikan yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”yang dalam hal ini tentunya adalah pendidikan yang tidak diskriminatif.
RUU PT ini muncul dilatar belakangi akan adanya desakan dari tujuh buah perguruan tinggi berbadan hukum milik negara (PT BHMN) yang seakan kehilangan payung hukum pasca pembatalan UU BHP (Undang Undang Badan Hukum Pendidikan) oleh MK pada Maret 2010. Dan akibat pembatalan itu landasan hukum dari PT BUMN kembali ke PP (Peraturan Pemerintah) untuk masing masing PT. Sementara itu, PP dinilai masih terlalu lemah dalam kekuatan hukum sehingga dianggap perlu untuk membuat suatu undang undang yang mengatur tentang pendidikan tinggi. Atas dasar itulah RUU PT dianggap perlu untuk dibuat.
Namun, tentu saja kurang pantas ketika sebuah undang undang dibuat hanya untuk mengakomodir kepentingan beberapa perguruan tinggi saja. Maka dari itu diangkatlah sebuah isu besar dalam pembentukan RUU tersebut. Isu otonomi perguruan tinggi dianggap layak diangkat dalam RUU ini, termasuk didalamnya adalah otonomi keuangan dan otonomi akademik. Otonomi keuangan yang menyangkut pengelolaan keuangan PT yang fleksibel sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar, juga otonomi akademik terkait dengan kebebasan PT untuk mengembangkan program studinya tanpa mengalami kendala birokrasi.
Ada beberapa poin yang patut dikaji dalam RUU ini.
Pasal 114
(1) Perguruan Tinggi di negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persoalan utama disini adalah RUU PT yang menganut sistem liberalisasi pendidikan, dimana negara seakan berlepas tangan terhadap tanggung jawab pendidikan di indonesia. Hal ini bermula ketika indonesia menandatangani perjanjian GATS (General Agreement on Trades in Services) pada tahun 1994 yang menyepakati tentang liberalisasi 12 sektor jasa, termasuk didalamnya adalah sektor pendidikan. Ketika konsep liberalisme –khususnya di bidang pendidikan– terjadi, hal ini akan menimbulkan ketidak seimbangan antar perguruan tinggi di indonesia. Seperti kita ketahui bersama, dengan adanya banyak perguruan tinggi, hanya beberapa perguruan tinggi saja yang menjadi pilihan favorit para calon mahasiswa. Sedangkan pada perguruan tinggi lainnya akan terkesan kekurangan peminat. Apalagi ketika perguruan tinggi asing yang ‘membuka cabang’ di indonesia yang secara alami akan banyak menyedot peminat dari calon mahasiswa sendiri. Hal ini akan menimbulkan terkikisnya budaya lokal indonesia. Belum lagi ketika hasil penelitian dari indonesia yang berpindah tangan menjadi hak milik perguruan tinggi yang bersangkutan, tentunya itu akan sangat merugikan bangsa ini.
Pasal 77
(1) Status pengelolaan perguruan tinggi terdiri atas:
a. otonom terbatas;
b. semi otonom, atau
c. otonom.
(4) Status otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perguruan tinggi yang memiliki otonomi pengelolaan bidang akademik dan non akademik.
(5) Sebagian dari wewenang non akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah wewenang pengelolaan keuangan secara mandiri.
Aturan ini secara gamblang menjelaskan adanya kastanisasi atas perguruan tinggi itu sendiri. Pada ayat 4 dijelaskan bahwa perguruan tinggi otonom akan memiliki hak pengelolaan di bidang akademik dan pada pasal 5 ditambahkan salah satu wewenangnya adalah wewenang pengelolaan keuangan secara mandiri. Otonomi ini, secara lebih lanjut akan menimbulkan banyak permasalahan terkait dengan akuntabilitas, transparansi, bahkan akan menimbulkan seleksi finansial bagi calon mahasiswa yang akan berimplikasi pada diskriminasi warga negara dalam hak memperoleh pendidikan. Ke depannya, segala bentuk diskriminasi ataupun kastanisasi itu seharusnya dihindari, bukan dikembangkan dalam bentuk undang undang.
Pasal 80
(1) PTN yang berstatus otonom menerima mandat penyelenggaraan perguruan tinggi dari Pemerintah melalui pembentukan badan hukum pendidikan yang bersifat nirlaba.
(2) PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki:
c. hak untuk memiliki kekayaan negara yang terpisah;
f. wewenang untuk mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel
h. wewenang untuk mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi
Pada pasal ini ditemukan kerancuan antara perguruan tinggi sebagai sarana pendidikan dan perguruan tinggi sebagai badan usaha. Dalam tri dharma perguruan tinggi, perguruan tinggi menjalankan fungsinya sebagai sarana 1) Pendidikan 2) Penelitian dan Pengembangan; serta 3) Pengabdian pada Masyarakat. Sementara itu RUU ini akan mereduksi implementasi tri dharma perguruan tinggi dan akan merubah sebagai badan usaha yang profit-oriented karena negara mengurangi subsidi terhadap biaya operasional perguruan tinggi.
Pasal 90
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau perguruan tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa baru yang tidak mampu secara ekonomi agar dapat menyelesaikan studinya sesuai peraturan akademik.
(2) Pemenuhan hak mahasiswa baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
c. memberikan dan/atau mengusahakan pinjaman dana kepada mahasiswa;
(3) Pinjaman dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan tanpa bunga atau dengan bunga paling tinggi 50% dari suku bunga Bank Indonesia.
(4) Pinjaman dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c wajib dilunasi oleh mahasiswa setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Pada ayat 2 butir c pemerintah memberikan salah satu solusi terkait dengan pemenuhan biaya pendidikan bagi kalangan tidak mampu dengan program hutang. Kebijakan ini cukup aneh ketika pemerintah mengajarkan budaya berhutang sebagai salah satu solusi.
Pasal 14
(1) Mahasiswa sebagai anggota sivitas akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri mengembangkan potensinya di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi dan/atau profesional.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai mahasiswa diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 15
(1) Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, potensi, dan kemampuan melalui kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler sebagai bagian dari proses pendidikan mahasiswa.
(2) Kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui organisasi kemahasiswaan.
(3) Ketentuan mengenai kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 91
(1) Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan yang diselenggarakan oleh, dari, dan untuk mahasiswa.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi kemahasiswaan diatur
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Kemahasiswaan.
Dalam beberapa pasal diatas, beragam ketentuan sebagai mahasiswa diatur oleh pemerintah dalam bentuk peraturan menteri. Juga segala kegiatan kokurikuler dan/atau kegiatan ekstrakurikuler juga diatur oleh pemerintah dengan cara yang sama. Yang menjadi permasalahan adalah hal ini berpoternsi mengulang episode NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Koordinasi Kemahasiswaan) seperti yang terjadi di rezim orde baru. Hal ini berpotensi mengakibatkan banyak hal, seperti tindakan represif yang mengekang kegiatan kemahasiswaan dan lain sebagainya.
Satu hal lagi yang menjadi permasalahan adalah banyaknya peraturan yang berpotensi untuk dibuat sebagai tindak lanjut dari undang undang ini karena semua bentuk pendidikan akan diatur oleh pemerintah, yang dampaknya adalah akan mengakibatkan pemborosan anggaran dan semacamnya.
Satu yang menjadi kesimpulan adalah terlalu banyak celah yang dapat “dimanipulasi” dalam RUU PT ini. Ada baiknya ketika pengesahan RUU ini ditunda agar bisa dikaji lagi secara lebih mendalam.
http://bem.its.ac.id/sebuah-kontroversi-tentang-ruu-pendidikan-tinggi/
Hujan salju di sumatra
Hujan salju di sumatra
Meski termasuk negara tropis, ternyata Indonesia pun bisa mengalami badai salju. Tidak percaya? Itulah yang terjadi ketika puluhan rumah warga mengalami kerusakan akibat dihantam badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar). "Badai salju melanda Kabupaten Sijunjung pada Rabu (28/3) sekitar pukul 20.00 WIB mengakibatkan puluhan rumah mengalami kerusakan, "kata Kabid Penanggulangan Bencana BPBD Sumbar Ade Edwar di Padang, Kamis (29/3).
Dia menambahkan, badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung itu tidak menimbulkan korban jiwa, hanya mengalami kerugian materil. "BPBD masih melakukan penghitungan berapa kerugian harta benda ketika badai salju itu,"katanya.
Dia mengatakan, badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung hingga merusak puluhan rumah tersebut merupakan yang pertama kali terjadi di Sumbar. "Badai salju ini tidak pernah terjadi, ini merupakan pertama kali terjadi di Sumbar,"katanya.
Menurutnya, warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat dihantam badai salju telah dievakuasi ke tempat yang dirasakan aman. "BPBD telah mendirikan berapa unit tenda darurat bagi warga yang mengungsi, sementara itu bantuan akan segera dikirimkan,"katanya.
Dia menambahkan, untuk sementara aktivitas warga yang berada di Kabupaten Sijunjung masih belum pulih akibat badai salju yang melanda. "Masyarakat Kabupaten Sinjunjung masih merasakan khawatir jika badai salju susulan kembali terjadi, mereka berharap pemeerintah cepat memberikan bantuan,"katanya.
sumber : http://daengmatterru.blogspot.com/2012/03/fenomena-alam-yang-uniksumatera-hujan.html
Langganan:
Postingan (Atom)